Review Film Silence : Kisah Iman dan Pengorbanan yang Menyentuh Hati
"Silence" adalah film karya Martin Scorsese yang telah lama dinantikan, berdasarkan novel karya Shusaku Endo. Film ini adalah proyek yang telah direncanakan oleh Scorsese sejak awal 1990-an dan akhirnya dirilis setelah sekitar 28 tahun. Naskah film ini ditulis oleh Scorsese dan Jay Cocks, menjadikannya film ketiga Scorsese dengan tema religi setelah "The Last Temptation of Christ" dan "Kundun".
Oke, kita akan bahas tentang film ini, Silence. Dirilis tahun 2016 yang lalu, tetapi film ini layak ditonton kapan saja. Bagi Martin Scorsese film ini merupakan passion project. Sutradara Taxi Driver, Raging Bull, Goodfellas tersebut sangat terpesona dengan novelnya, Silence, yang ditulis oleh novelis Jepang, seorang katolik, bernama Shusaku Endo (novel ini sudah berulang kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia). Scorsese sudah merencanakan mengangkat novel tersebut menjadi film sejak awal 1990-an. Namun, karena berbagai kendala film urung untuk di produksi. Butuh kurang lebih 28 tahun akhirnya film ini di produksi, setelah ia merilis The Wolf of Wall Street (2013). Naskahnya ditulis oleh Scorsese sendiri di bantu oleh Jay Cocks (The Age of Innocence, Gangs of New York). Silence merupakan film ketiga dengan tema religi dari Scorsese setelah The Last Temptation of Christ (1988) dan Kundun (1997).
Silence memasang tiga aktor kelas A yakni Andrew Garfield (The Social Network, The Amazing Spider-Man), Adam Driver (Star Wars VII), dan Liam Neeson (Batman Begins, Taken). Awalnya sempat ragu Silence bakal tayang di Indonesia. Mengingat filmnya yang mengangkat tema sensitif, yaitu mengenai agama. Lihat saja Noah (2014) yang tidak tayang di Indonesia. In my opinion, agama merupakan topik yang sulit untuk dibawakan ke dalam medium film. Peluangnya kecil untuk sukses di box office, kecuali Ten Commandments (1956) dan Ben-Hur (1959). Jika ada salah-salah dalam presentasinya, bisa jadi bakal mendapat protes besar-besaran dari suatu kaum agama yang bersangkutan bilamana isinya dianggap menyinggung dan seperti dalam kasus film Da Vinci Code (2006). Film Scorsese sendiri yang berjudul The Last Temptation of Christ (1988), juga mendapatkan kecaman keras dari berbagai pihak, karena membuat tafsiran "berbahaya" tentang kehidupan Yesus, yang berbeda jauh dari narasi Alkitab. Although I must admit that movie is masterpiece. Mungkin Scorsese sudah belajar dari kesalahannya, sehingga dalam Silence, Scorsese berhasil membawa filmnya ke cakupan yang lebih universal, walau tetap dengan unsur kekristenan yang kental.
Mengambil latar di Jepang pada tahun 1600-an, film dibuka dengan panorama pegunungan Nagasaki yang dipenuhi kabut tebal. Lengkap dengan pemandangan potongan kepala manusia dan beberapa orang kristen Jepang yang sedang di siksa oleh para Inquisitor. Di tengah kerumunan itu ada seorang pendeta bernama Father Ferreira (Liam Neeson) yang dipaksa untuk melihat para pengikutnya di siksa habis-habisan. Kemudian kisahnya bergulir beberapa tahun setelahnya. Father Sebastiao Rodrigues (Andrew Garfield) dan Father Francisco Garupe (Adam Driver) mendapat kabar bahwa Father Ferreira - guru mereka - menghilang. Tidak itu saja, ada gosip yang mengatakan bahwa guru mereka telah murtad untuk menyelamatkan diri dari siksaan inquisitor ke-shogunan Tokugawa. Dua pendeta tersebut tidak percaya begitu saja. Mereka menganggapnya fitnah, menurut mereka Father Ferreira memiliki keteguhan iman lebih kuat. Tidak peduli dengan keadaan Jepang yang berbahaya bagi para Jesuit, Father Rodrigues dan Father Garupe nekad pergi berbekal keyakinan kalau sang guru berada di suatu tempat dengan bantuan nelayan pemabuk bernama Kichijiro (Yosuke Kubozuka). Apabila gosip itu terbukti benar, mereka siap untuk mengembalikan sang guru ke jalan yang benar. Setibanya di Jepang, mereka di hadapkan dengan sesuatu yang di luar perkiraan mereka.
Akankah iman mereka akan ikut tergoyahkan saat melihat berbagai siksaan yang di lakukan oleh para Inquisitor?
Akankah iman mereka akan ikut tergoyahkan saat melihat berbagai siksaan yang di lakukan oleh para Inquisitor?
Berbagai permasalahan sudah di hadapi oleh Father Rodrigues dan Father Garupe sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Jepang. Mereka harus melayani umatnya dan beribadah secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan. Mereka - para kirishitan (sebutan bagi umat kristen Jepang) - akhirnya sadar bahwa cepat atau lambat mereka akan ketahuan. Beberapa orang sepakat untuk menyerahkan diri agar Rodrigues dan Garupe tidak tertangkap, karena mereka sangat membutuhkan pendeta untuk peribadatan. Mereka yang ketahuan beragama Kristen akan di paksa menginjak gambar Yesus. Jika menolak, mereka akan di siksa habis-habisan.
Sehingga Silence bisa di katakan sebagai sebuah studi karakter. Seandainya bukan agama Kristen yang di tampilkan, film ini akan tetap menjadi film yang sama seperti sebagaimana mestinya. Bukan saja tentang agama., film ini tentang keyakinan manusia itu sendiri. Dan bagaimana manusia itu mempertahankan apa yang ia yakini. Hal ini membuat Silence tidak terbatas untuk agama tertentu.
Di sini kita sebagai penonton di tampilkan sebuah fenomena, di mana opini kita akan terpecah belah. Pertama, mereka yang mengorbankan diri atau rela dirinya di siksa secara kejam patut dipuji setinggi-tingginya karena mereka telah menjadi seorang Kristen sejati. Di satu sisi kita akan merasa kebingungan. Apakah mereka berkorban karena ketaatannya kepada Tuhan atau mereka sekedar berkorban untuk Father Rodrigues dan Father Garupe. Jikalau mereka berkorban demi dua pendeta itu, bukankah mereka hanya mati konyol atau sia-sia? Silence melemparkan berbagai pertanyaan kepada penonton sekaligus memberikan jawabannya. Meski terkadang, jawaban itu muncul dengan cara yang menyakitkan.
Silahkan nonton untuk mencari sendiri jawabannya. Silence adalah sebuah film yang asyik untuk didiskusikan setelah menontonnya. Mungkin akan lebih mengena jika kalian berniat menontonnya ulang. Saat di pikirkan betul-betul, saya mulai merasa bahwa Silence bukanlah sebuah film tetapi sebuah pengalaman. Silence isn't just merely a movie, it's an experience. I think it's a spiritual experience. In some parts, I feel this movie is a psychological drama and a little bit horror. Menonton Silence laksana mengikuti mata kuliah agama dan psikologi sekaligus sebanyak 3 SKS. Dan Martin Scorsese adalah dosen kalian. Ia memberikan sebuah kuliah agama yang berbeda dari sebelumnya. Sebuah kuliah yang kurang ajar "jleb-nya" bagi pikiran kalian dan membuat kalian merenung setelah mengikuti kuliah tersebut. Sebuah kuliah yang diibaratkan sebuah tangan yang menamparmu terus-menerus sampai filmnya habis. Dalam kuliah itu, Scorsese juga menyelipkan unsur-unsur psikologis.
Salah satu kekuatan film ini adalah akting para aktornya. Andrew Garfield sebagai Father Rodrigues berhasil memainkan karakter yang sesuai dengan novelnya. Melihat aktingnya di Never Let Me Go, The Social Network, serta The Amazing Spider-Man, bisa di katakan Garfield mengalami perkembangan yang lumayan baik dari segi akting. I think - saat ia membintangi Hacksaw Ridge, Garfield kini sudah menjadi aktor watak. The funny thing is - Hacksaw Ridge dan Silence memiliki satu kesamaan. Pada dua film itu Garfield memerankan sosok Kristen yang taat atau relijius. Garfield mampu menampilkan sosok Rodrigues yang taat agama pada awalnya. Namun setibanya di Jepang, perlahan ia menjadi manusia yang rapuh, galau, dan goyah imannya. Mungkin kita sebagai penonton ada kalanya menganggap ia sedikit gila karena ideologi-ideologinya. Rodrigues merupakan contoh bahwa se-relijius apapun seseorang, ia bisa saja menjadi tak berdaya ketika mendapatkan cobaan bertubi-tubi. Adam Driver sebagai Father Garupe kurang lebih sama dengan Andrew Garfield. Hanya saja Garfield lebih dominan ketimbang Driver.
Meski tampil singkat, Father Ferreira yang diperankan Liam Neeson adalah salah satu hal terbaik dari film ini. Terlebih ambiguitas moralnya yang mungkin bisa menjadi jawaban atas pertanyaan yang di sajikan Silence. Not to mention Yosuke Kubozuka as Kichijiro. Kichijiro adalah representasi manusia yang berbuat salah, bertobat, kemudian berbuat salah lagi. Sebenarnya susah menentukan siapa yang benar atau salah. Karena mereka semua punya motivasi sendiri-sendiri.
Sinematografi arahan Rodrigo Prieto (Passengers, Argo, Brokeback Mountain) sukses untuk turut membangun suasana mencekam. Prieto menangkap landscape alam liar Jepang yang indah nan sunyi melalui kameranya. Kesunyian yang diselimuti oleh berbagai misteri. Entah kenapa, terkesan sedikit ironis. Alam Jepang yang indah itu sesungguhnya merupakan "neraka" bagi umat kristiani Jepang dan para pendeta Portugis pada saat itu. Silence menawarkan sebuah "neraka" dengan tampilan pemandangan yang indah dan memanjakan mata para penontonnya. Menurut saya ada beberapa bagian terasa dipanjangkan, padahal jika sedikit di pangkas tidak akan melukai filmnya.
Sinematografi arahan Rodrigo Prieto (Passengers, Argo, Brokeback Mountain) sukses untuk turut membangun suasana mencekam. Prieto menangkap landscape alam liar Jepang yang indah nan sunyi melalui kameranya. Kesunyian yang diselimuti oleh berbagai misteri. Entah kenapa, terkesan sedikit ironis. Alam Jepang yang indah itu sesungguhnya merupakan "neraka" bagi umat kristiani Jepang dan para pendeta Portugis pada saat itu. Silence menawarkan sebuah "neraka" dengan tampilan pemandangan yang indah dan memanjakan mata para penontonnya. Menurut saya ada beberapa bagian terasa dipanjangkan, padahal jika sedikit di pangkas tidak akan melukai filmnya.
Satu lagi, yakni para aktornya yang berperan sebagai pendeta. Mereka kurang meyakinkan sebagai seorang dengan aksen Portugis. Mereka seperti berbicara dengan aksen masing-masing. Tetapi dua hal itu bukan masalah yang berarti. Karena penuturan kisahnya yang solid mampu menutupi kekurangan itu.
Seperti yang sudah saya bilang sebelumnya, Silence bukanlah sekedar film melainkan sebuah pengalaman. Sebuah film yang tidak hanya untuk ditonton saja. Namun harus di rasakan dan diresapi. Kalian akan merasakan suatu keterikatan emosional dengan film ini. Actually, I still confused. Why this movie didn't get "Best Picture" nomination in Academy Awards. And Andrew Garfield should won an Oscar for his acting in this movie.
Me after watching Silence... |
Menonton Silence ibarat mengerjakan suatu ujian. Kita merasa resah tentang mana yang benar dan yang salah. Kita sudah tidak peduli dengan ujiannya. Hanya mempedulikan mana yang benar dan salah.
Apa Reaksi Anda?