Demokrasi Menurut Robert Dahl dalam On Democracy and Its Critics

Sep 18, 2024 - 15:25
 0  51
Demokrasi Menurut Robert Dahl dalam On Democracy and Its Critics

Robert Dahl memeriksa demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang paling bisa dipercaya untuk menjaga kebebasan warga negara. Secara praktis ia menekankan pentingnya memahami kondisi ideal dan aktual dari demokrasi. Dalam menjawab kritik-kritik terhadap demokrasi Dahl menekankan prinsip tersebut agar demokrasi yang dipercayanya tetap bisa menjadi demokrasi yang liberal.

Dalam bukunya On Democracy and Its Critics, Dahl mencoba mengambil sebuah asumsi bahwa sebelum mengenal demokrasi dari Athena, sebenarnya sudah ada bentuk-bentuk demokrasi primitif yang terbentuk secara sporadis di seluruh dunia. Kesadaran akan kesetaraan itu telah ada pada peradaban manusia sejak lama. Ketika kekuasaan mulai terpusat dan hirarkis, the logic of equality itu mulai terkikis, dan dominasi kekuasaan oleh monarki menjadi alamiah.

Sebelum demokrasi kembali diperkenalkan kepada dunia di Amerika Serikat, setelah sekian lama demokrasi ala Athena tenggelam dalam sejarah (akibat ditakhlukkan oleh Makedonia dan kemudian oleh Romawi), ada beberapa pemerintahan representatif yang terbentuk meskipun tidak bisa kita sebut sesuai dengan standar demokrasi modern, semisal di Norwegia: institusi yang disebut Ting, semacam dewan perwakilan yang dibentuk untuk mengafirmasi kekuasaan raja dan peraturan-peraturan yang akan dijalankan oleh warga (negara). Begitu juga di Islandia pernah terbentuk Althing (istilah Dahl: supra Ting).

Dahl juga kembali mengelaborasi konsep republik dan demokrasi yang pernah dibahas oleh Madison dalam Federalist Papers. Ia berkesimpulan bahwa Madison hanya mencoba membungkam para pengkritiknya yang menyebut konstitusi Amerika Serikat yang baru itu kurang demokratis, dengan membuat defenisi baru atas dua kata yang bermakna sama secara literal, Res-publicus bisa disebut sebagai artian literal dari demos-kratos.

Sebagai seorang penganjur demokrasi liberal, Dahl merasa penting (meskipun ia menyebut terlalu “menyederhanakan”) untuk membuat kategori untuk negara-negara: nondemocratic governments, new-democratic governments dan well establishes dmocratic governments. Meskipun ia menyadari bahwa kategorisasi ini terlalu menyederhanakan situasi dan kondisi di mana demokrasi itu dipraktikkan. Perlu ada konsepsi transisi untuk negara yang non-demokrasi ke arah demokrasi, sedangkan yang sudah ber-demokrasi harus memperkuatnya dan yang well established mesti menyempurnakan.

Dengan itu perlu menjawab pertanyaan besar, What is Democracy?

Karena tidak ada persetujuan yang fundamental tentang defenisi demokrasi sesungguhnya, maka Dahl menawarkan jalan lain untuk memahami demokrasi yaitu melalui proses demokrasi dan institusi standar apa saja yang dibutuhkan untuk proses demokratisasi bisa berlangsung, semisal parlemen nasional, perwakilan di parlemen dan pemerintahan daerah yang dipilih lewat pemilu..

Menurut Dahl prinsip dasar yang harus ada dalam proses demokratisasi adalah: bahwa setiap orang mesti diasumsikan memiliki kemampuan yang sama untuk memahami masalah dan memiliki kesempatan yang sama dalam mempelajari ‘what they need to know”. Proses demokratisasi tersebut dapat terhambat karena beberapa hal: rerata kesetaraan belum tercapai; belum bisa memenuhi syarat minimal parlemen yang baik (misal masih tunduk kepada monarki); para anggota parlemen belum bisa mewakili keseluruhan populasi; dan yang paling sulit adalah bahwa konsep demokrasi masih dianggap asing pada negara tertentu.

Karena sulitnya demokratisasi maka perlu pemahaman akan ideal versus actual democracy. Dengan konsep ini Dahl ingin melawan para pengkritik demokrasi. Dahl sebagaimana Fukuyama di era lebih ke belakang sering dianggap sebagai apologist demokrasi liberal, ia mencoba melawan para pengkritiknya dengan berbagai argumen.

Semisal soal sangat pentingnya suara mayoritas dalam demokrasi (yang juga dibahas oleh Tocqueville dalam Democracy in America). Dahl menjawab: jika demokrasi tidak menggunakan suara mayoritas sebagai ukuran (yang dianggap pengkritik demokrasi bisa menjadi tirani mayoritas), jika setiap keputusan mayoritas bisa di-veto oleh minoritas, bukankah akan menjadi sebaliknya, yang terjadi adalah tirani minoritas?

Begitu juga dengan ketidaksetujuannya terhadap konsep judicial guardianship yang ada pada institusi judicial review, menurut Dahl, kekuasaan Mahkamah Agung (dalam hal ini di Amerika Serikat, judicial review berada di wilayah kekuasaan Supreme Court sedangkan di Indonesia judicial guradianship ini kekuasaannya berada pada Mahkamah Konstitusi), adalah bentuk pembangkangan terhadap demokrasi liberal. Mahkamah Agung (yang memiliki kekuasaan judicial guardianship), telah memangkas hak demokratis warga negara yang telah menyerahkan kekuasaan pembentukan undang-undang kepada anggota parlemen yang dipilih secara demokratis. Padahal, anggota Mahkamah Agung bukan dipilih secara demokratis, melainkan proses penunjukan oleh presiden dan dikonfirmasi  oleh senat melalui voting.

Dalam politik Amerika Serikat yang sudah begitu terpolarisasi (begitu juga di Supreme Court), maka quasi-guardianship yang dipraktekkan dalam judicial review, tidak bisa lagi disebut untuk menjunjung nilai ideal demokrasi, namun keputusan itu akan tetap partisanship tergantung kepada jumlah hakim mayoritas dari kubu ideologis tertentu. Hal tersebut telah terbukti di Amerika Serikat dan di Indonesia. Terlihat dalam banyak keputusan soal aborsi dan putusan-putusan yang berkenaan dengan kasus-kasus federal Donald Trump. Sedangkan di Indonesia, partisanship para hakim mahkamah konstitusi dapat dilihat dari keputusan Makkamah Konstitusi yang berada dalam konteks pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan keputusan baru-baru ini soal Pilkada.

Bagaimanapun Dahl harus berkompromi dengan konsep itu, meskipun ia menolak kekuasaan Mahkamah Agung menjadi lebih luas dalam menafsirkan kekuasaannya tersebut.

Bagi Dahl, mengapa demokrasi diperlukan, mesti dilihat sebagai efek dari sebuah pengandaian bagaimana jika demokrasi itu tidak ada, semisal: akan munculnya tirani; hak-hak dasar tidak bias terpenuhi; kebebasan akan terbelenggu; sulit untuk menentukan nasib sendiri (ideas of good life akan seragam), otoritas moral menjadi tunggal; kesetaraan politik akan terhambat dan lain-lain.

 

Apa Reaksi Anda?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow