Narko-Terorisme: Jalinan Kerakusan dan Negara yang Lemah
Belakangan, sering terdengar artis, selebriti dan bahkan politisi dan anggota penegak hukum yang terjerat kejahatan narkotika. Penangkapan penyanyi Virgoun beberapa hari yang lalu menyentak kesadaran kita lagi.
Teror narkotika masuk ke semua lini kehidupan, tanpa batasan usia dan kelas masyarakat. Inginkah kita Indonesia menjadi seperti Meksiko atau Kolombia atau Afghanistan? Ketika para Bos Narkotika ini menjadi raja-raja kecil yang bisa memerintahkan memenggal kepala seseorang?
Di Meksiko, di dekat perbatasan dengan Amerika Serikat, kota bernana Juarez, adalah contoh nyata yang menakutkan dari teror narkotika. Meksiko sudah hampir berputus asa menghadapi kartel narkotika yang beroperasi di sana. Kepolisian tak mampu lagi menanganinya, bukan saja karena hampir seluruh jajaran kepolisian sudah terkontaminasi uang suap narkotika, tetapi kemampuan militer kartel-kartel tersebut sangat kuat, dengan persenjataan modern yang sangat besar dan sumber daya manusia tak terbatas, maka kartel bisa melawan polisi, militer dan pemerintah. Mayat-mayat tergantung tanpa tangan dan kepala, kaki tertebas. Tidak disembunyikan, tetapi dipampangkan di hadapan publik sebagai peringatan terhadap orang yang mencoba menentang mereka, baik itu kartel saingan, pemerintah atau militer.
Meksiko, sejak 2006 telah berperang melawan kartel narkotika tanpa henti, militer yang tugas utamanya adalah menghadapi ancaman luar negeri, dikerahkan untuk memerangi kartel narkotika. Perang narkotika ini menelan korban hingga 160.0000 rakyat sipil, polisi, tentara dan para anggota kartel. Meksiko mengerahkan sekitar 260.000 tentara, 35.000 polisi ditambah kekuatan penegak hukum dari Amerika Serikat, menghadapi lebih dari 100.000 anggota kartel dengan persenjataan lengkap dan struktur kekuasaan yang rapi.
Mereka bisa membeli persenjataan modern, bahan peledak, bahkan kapal untuk operasi mereka. Bahkan pernah tersiar rumor bahwa mereka mencoba untuk membeli hulu ledak nuklir di pasar gelap. Kartel memiliki dana tak terbatas, persediaan senjata yang besar dan sanggup bertempur bertahun-tahun menghadapi kekuatan militer pemerintahnya. Kuburan masal bertebaran karena perang antar geng yang mengklaim banyak korban. Mahasiswa yang pergi berlibur pun bisa jadi korban. Para pendemo pun bisa masuk liang lahat dangkal. Polisi tidak takut lagi menerima suap. Karena jika tidak menerima suap nyawa mereka bisa melayang. Pemerintahan bertabur uang panas narkotika.
Indonesia memang bukan Meksiko, bukan pula Kolombia. Peredaran heroin dan kokain memang sangat sedikit. Tipikal narkotika di Indonesai memang berbeda dengan Meksiko dan Kolumbia. Narkotika yang beredar di Indonesia, lebih banyak yang berbentuk sintesis, seperti shabu dan ekstasi (jika ganja kita kecualikan). Sementara di Amerika Latin, Meksiko, dan di Golden Triangle, yang beredar adalah narkotika herbal, yang berasal dari opium dan daun koka. Pola peredarannya pun berbeda. Jika di Meksiko sistem peredaran dengan kartel, di Indonesia diedarkan oleh sindikat yang saling terpisah. Tetapi narkotika tetap narkotika.
PBB dan BNN sudah menyebut, Indonesia adalah salah satu jalur peredaran dan penyeludupan utama narkotika oleh sindikat internasional di Asia. Maka ancaman itu adalah “clear dan present danger”. Sehingga, pada suatu saat nanti jika tidak dikendalikan secara benar, mereka akan mampu memperluas pengaruh dan membeli persenjataan cangih. Dan jika penanganan yang luar biasa tidak diterapkan, bukan tidak mungkin, dengan pangsa pasar sebesar 275 juta orang dan pengguna aktif sebesar 5,6 juta orang, bisa jadi kita akan menjadi Mexico berikutnya di Asia.
Narkotika tidak hanya menghancurkan generasi muda, narkotika akan membuat sistem politik dan kemasyarakatan rapuh dan goyah. Apalagi Indonesia masih rentan suap dan tingkat korupsi sangat tinggi. Uang suap narkotika akan sama manisnya dengan uang suap penyeludupan bawang ilegal. Polisi bisa menjadi sangat korup dan buas apabila sudah memakan uang narkotika. Harus menunggu berapa banyak lagi polisi yang tertangkap karena menjadi bandar, menjadi pelindung. Bahkan Lapas-lapas telah di invasi oleh uang narkotika.
Politisi bisa menjadi kejam, bila uang narkotika sudah masuk ke aliran darah mereka. Karena perlindungan dan benteng paling kuat bagi kejahatan terorganisasi tak lain adalah kekuasaan politik. Amerika Serikat pernah mengalami serangan yang sangat buruk oleh kejahatan terorganisasi seperti Mafia, Triad dan kartel Perancis pada 1970-an, yang tentu saja bisnis utamanya adalah narkotika. Mengapa organisasi kejahatan ini begitu kuat, tak lain karena mereka mampu membeli perlindungan politik yang besar.
Pemerintah bisa goyah bila uang narkotika sudah masuk ke proses legislasi dan pemerintahan. Para pejabat akan lemah oleh pengaruh para bos kartel yang sangat mengikat dan mematikan. Belum lagi, money laundering yang mungkin dilakukan dari uang narkotik, uang ini bisa masuk ke dalam dunia properti, perbankan, retail, dan segala macam bisnis.
Ketika narkotika sudah menjadi ancaman yang nyata dan jelas-jelas hadir di hadapan kita, maka penanganan dan pendekatan luar biasa dalam mengatasi masalah ini harus dilakukan. Penguatan-penguatan UU pemberantasan harus dilakukan. Capital punishment mesti diterapkan, terlepas dari polemiknya, hukuman mati masih dianut sistem hukum Indonesia. Hukuman mati bukan saja sebagai bentuk penghukuman kepada para pengedar narkotika, tetapi juga sebagai bentuk ancaman kepada para penyeludup, bandar dan pelindung kejahatan laknat ini.
Jika pemberantasan narkotika dilakukan dengan setengah hati, menganggap hukuman mati kepada para pengedar, penyeludup dan pencuci uang narkotika berlebihan, maka jangan heran pada suatu saat nanti prahara yang dialami oleh Kolombia dan Meksiko akan hadir ke tengah kita. Terorisme adalah ancaman, dan narkotika adalah terorisme yang lebih membunuh dan mematikan dengan korban jauh lebih besar dibandingkan aksi teror manapun di zaman modern ini.
Terorisme yang berdasarkan fundamentalisme agama dan ideologi memilih jalur yang bersebarangan dengan Narko-Terorisme. Organisasi teror yang berdasar fundamentalisme agama biasanya akan selalu berseberangan dengan pemerintah yang sah. Memakai cara yang jelas dan terang-terangan menentang dan memerangi masyarakat secara frontal. Meskipun sulit terdeteksi mereka tidak akan menyusup jauh ke sistem pemerintahan.
Sementara narko-terorisme selalu berusaha mencari jalan untuk masuk ke dalam struktur yang sah dari cabang-cabang pemerintahan, yang tentu saja dilakukan dengan cara-cara tidak sah.
Menyuap, memakai tangan penegak hukum sebagai pelindung, membeli hakim dan pengadilan, menggunakan perbankan sebagai media penampung dan pencucian uang, mendekati politisi dan pejabat negara dengan mempengaruhi kebijakan dan perundang-undangan. Inilah mengapa disebut, narko-terorisme sebagai teror yang membeli kekuasaan. Ancaman yang sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa dan negara. Ancaman serius bagi sendi-sendi peradaban dan mematikan bagi otak-otak muda yang kita harapkan untuk melanjutkan cita-cita kebangsaan kita.
BNN harus diperkuat, baik dari segi sumberdaya manusia, persenjataan, teknologi informasi dan terutama sokongan dana yang memadai. Aparat pemerintah, kepolisian, militer dan lembaga pendidikan mesti bersih dari pengaruh narkotika. Pemerintah harus menjadi ujung tombak pemberantasan, pers harus menjadi penyambung kampanye anti narkotika dan LSM-LSM mesti menjadikan narkotika sebagai satu ancaman utama terhadap kemaslahatan kemanusiaan.
Jika sekarang, narkotika dan para pengedarnya dianggap sebagai penjahat biasa dan tidak diberikan hukuman maksimal, mungkin, tidak lama lagi, presiden kita adalah seorang pencandu narkotika atau bos geng narkotika itu sendiri. Bukankah Escobar dulu juga hendak jadi presiden Kolombia?
Apa Reaksi Anda?