Krisis Kepemimpinan Amerika Serikat, Kamala Harris vs. Donald Trump?
Sejak debat presiden memalukan yang dilakoni oleh Presiden Biden, gejolak di Partai Demokrat menggelegak, sehingga muncul suara-suara internal agar Presiden Biden segera mengurungkan niatnya untuk tetap berlaga. Kekhawatiran akan ketidaksiapan kondisi fisik dan mental Joe Biden bahkan datang dari mantan Presiden Barrack Obama, yang terkenal sangat dekat hubungannya dengan Biden. Dikabarkan, setelah pertemuan antara Obama, Biden, Chuck Shummer dan Nancy Pelosi beberapa hari yang lalu Biden membuat keputusan untuk tidak mengejar periode kedua dan dengan segera meng-endorse Kamala Harris sebagai kandidat dari Partai Demokrat.
Namun, sebagaimana yang dikabarkan oleh Huffington Post, Barrack Obama belum memutuskan untuk mendukung Harris, sehingga memungkinkan, akan ada calon lain yang dipertimbangkan sebagai contender Trump dari Partai Demokrat. Barrack Obama dikabarkan masih menunggu hasil polling beberapa minggu ini, apakah ia akan memberikan endorsement kepada Harris atau tidak.
Partai Demokrat sedang berada dalam kondisi yang chaotic, apalagi dapat dipastikan, setelah percobaan pembunuhan pada minggu lalu, akan memberikan keuntungan elektoral kepada Trump secara signifikan. Endorsement dalam bentuk dana kampanye yang diberikan oleh Elon Musk dalam jumlah yang sangat besar, meningkatkan kepercayaan diri Partai Republik. Begitu juga dengan komentar Mark Zuckerberg yang memuji resiliensi Trump setelah penembakan tersebut, seperti menunjukkan, perusahaan-perusahan Big Techs akan mengalihkan dukungan kepada Donald Trump (yang memiliki kans kemenangan lebih besar) dalam pilpres mendatang.
Profil Kamala Harris sebagai wakil presiden tidak begitu meyakinkan. Sejak dilantik menjadi wakil presiden tiga tahun lalu, approval rating Harris sangat rendah. Sedangkan pada bulan Juni, Statista misalnya mengeluarkan hasil polling yang menunjukkan tingkat kepuasan terhadap Harris hanya pada angka 38% (16% sangat puas; 22% cukup puas). Sedangkan yang sangat tidak puas berada pada angka 44%. Angka ini menujukkan, bagi publik Amerika Serikat, Kamala Harris memiliki perfoma yang sangat tidak memuaskan.
Tingkat kepuasan terhadap Kamala Harris yang sangat rendah
Sumber: Statista 2024 (https://www.statista.com/statistics/1172346/share-us-adults-favorable-opinion-kamala-harris/)
Apakah dengan pengunduran diri Presiden Biden dari pencalonannya akan meningkatkan elektabilitas Harris? Kamala Harris, sebagai seorang politisi sebenarnya tidak memiliki karir yang terlalu gemilang. Bisa disebut, Harris bukan sama sekali seorang rising star di Partai Demokrat ketika ia dipilih oleh Joe Biden sebagai calon wakil presiden empat tahun yang lalu. Apakah Harris akan mampu melawan gelombang pasang popularitas Trump di kalangan Partai Republik bahkan di pemilih AS?
Amerika Serikat sebenarnya sedang mengalami krisis kepemimpinan yang cukup parah. Tidak saja dari sisi usia, di mana para politisi muda tidak mampu naik ke posisi puncak popularitas dan elektabilitas, namun dari sisi kuantitaspun, Amerika Serikat seperti tertatih-tatih untuk menciptakan kader-kader muda calon pemimpin bagi negara adidaya yang sepertinya sedang diambang kemunduran tersebut.
Polarisasi yang sangat tajam akibat pertarungan ideologi, yang untuk ukuran negara demokrasi sehebat Amerika Serikat, dapat dikatakan sangat brutal dan memalukan, membawa negara itu kepada krisis politik seperti saat ini. Polarisasi semakin memburuk sejak terpilihnya Barak Obama pada 2008 yang lalu, yang diikuti dengan meningkatnya kembali isu dan kekerasan rasial di Amerika Serikat. Kemenangan Donald Trump pada 2016 mengalahkan Hillary Clinton, menambahkan minyak ke dalam api konflik ideologis yang sudah mengakar sejak lama tersebut.
Amerika Serikat sedang mengalami krisis parah dalam hal kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Sumber: Pew Research Center
Krisis kepemimpinan, bukan saja karena kekurangan kader yang bisa bertarung di tingkat nasional sebagai calon presiden, lebih dalam lagi krisis tersebut adalah ketidakpercayaan publik Amerika Serikat yang semakin tinggi terhadap pemerintahan.
Apakah Harris akan mampu menjawab tantangan tersebut? Namun pertanyaan terbesarnya adalah, apakah donor dan mega donor akan senang hati dengan pencalonan Harris?
Apa Reaksi Anda?